Perkembangan industri Restoran yang pesat tidak hanya tidak hanya diindikasikan secara kuantitas melalui meningkatnya jumlah perusahaan/usaha restoran itu sendiri melainkan dengan berkembangnya tipe layanan, jenis menu dan desain produk maupun tematik yang dipilih yang melatar belakangi pendirian restoran-restoran tersebut.
Pada tahun 1950-an restoranpun bukan merupakan kebutuhan masyarakat pasca kemerdekaan. Keberadaan restoranpun hanya diperuntukkan bagi kalangan menengah atas yang di dominasi menu2 khas Belanda berikut pelayanannya. Sebagian lagi menjajakan masakan Cina populer dan sangat sedikit yang menyuguhkan santapan Indonesia tradisional.
Pada tahun 60-an, pola bisnis restoran berubah menuju standar internasional . Menu yang ditawarkanpun berstandar internasional sesuai dengan perkembangan perhotelan internasional yang coba digagas pemerintah.
Sedangkan pada tahun 1970-an hingga sekarang, fungsi restoran sebagai tempat makan minum mengalami peralihan menjadi tempat untuk menikmati suatu obyek tertentu. Peralihan fungsi inilah yang memunculkan usaha baru yang merupakan pengembangan dari usaha restoran yang tetap menawarkan produk makanan dan minuman dengan ke khasnya masing-masing mengingat tuntutan pelanggan terhadap Restoran tidak lagi sebatas pada menu makanan atau minuman tapi juga terhadap sajian lainnya yang dapat dinikmati ketika menyantap hidangan.
Hal ini diartikan bahwa pelanggan menuntut secara tidak langsung suatu tematik maupun kondisi lingkungan yang meningkatkan kenyamanan dan menambah waktu untuk tetap berada di Restoran.
Bitner (1992) mengemukakan kemampuan lingkungan mempengaruhi suatu perilaku dan menciptakan sebuah image telah menjadi hal yang sangat penting terutama pada usaha jasa seperti Restoran, Hotel, Bank bahkan Rumah Sakit
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa terdapat peralihan fungsi restoran dari sekedar tempat makan menjadi sebuah tempat makan sambil menikmati obyek tertentu yang terangkai secara tematik menjadi lingkungan yang nyaman. Dari pengamatan yang dilakukan kepada para pelanggan Huize Trivelli minimal per kunjungan mereka menghabiskan waktu paling sedikit 2 jam menikmati hidangan yang disajikan di Restoran ini.
Penciptaan lingkungan tematik budaya kuliner tempo doeloe menjadi strategi dalam menyesuaikan dengan tema yang benar original tempo doeloe di dukung oleh interior eklektik yang merupakan perpaduan budaya Jawa, Cina, Indisch
Dengan demikian , Huize Trivelli memandang penting aspek tematik budaya yang terpadu dan menjadikan hal ini sebagai nilai tambah dalam menawarkan produknya. Berdasarkan target pasarnya , yang membidik kalangan penikmat hidangan sekaligus tematik budaya tempo doeloe .Selain itu Huize Trivelli tidak hanya menawarkan kenikmatan hidangan yang tersedia tetapi juga kehangatan suasana sambil bersantap yang memberi kesan Feels like Home.
Inilah suasana tematik yang sesungguhnya yang ingin diwujudkan oleh para pendiri dari Huize Trivelli. Kehangatan dalam kebersamaan suatu Keluarga yang merupakan “Values” atau yang merupakan budaya keluarga yang dirasakan secara perlahan mulai hilang di era kehidupan masa kini di Indonesia. Selain proses edukasi yang ditawarkan dalam kegiatan pelestarian yang diharapkan terjadi secara timbal balik antara pengunjung dan Huize Trivelli sendiri.
Selain diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para praktisi, penelitian autoetnografi ini diharapkan juga berkontribusi bagi dunia akademis. Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai bahan referensi bagi para civitas akademika yang berkeinginan mengadakan penelitian lebih dalam mengenai hal ini .